Satu kebohongan memicu kebohongan selanjutnya.
Itu yang terjadi selama ini. Just try to tell the truth.
It doesn't matter how it will hurts you, hurts people around you.
Pray, ask God to stop your lying.
Monday, May 21, 2012
Monday, May 14, 2012
Sego Sambel Ho-Ha
Sego sambel, nasi sambal dalam bahasa Indonesia. Namanya saja sego sambel, pedes pastinya.
Minggu lalu saya diajak Intan, teman kantor yang doyan (addicted lebih tepatnya) dengan sambal.
Saya, yang gak doyan sambel mau aja ikutan..nyoba kekuatan ceritanya :D
Malam itu, sepulang kerja kami menuju TKP, Sego Sambel Ha-Ho Jl. Dharmawangsa. Sebelah kiri jalan kalo dari kertajaya. Sebelum pertigaan traffic light RS Graha Amerta.
Malam itu saya pesan lalapan ikan Pe dan Tempe dengan minuman es Jeruk. Rp. 13.000 total. Rp. 9000 untuk lalapan, sisanya untuk minumannya.
Pedesnya memang mengharukan. Bikin nangis bombay... padahal saya sudah pake kecap bwanyaaaakkk...
I think I know why its called Ho-Ha.. seperti suara orang lagi kepedesan. Hoooo..haaaaahhh (sambil ndoweeehh)
Minggu lalu saya diajak Intan, teman kantor yang doyan (addicted lebih tepatnya) dengan sambal.
Saya, yang gak doyan sambel mau aja ikutan..nyoba kekuatan ceritanya :D
Malam itu, sepulang kerja kami menuju TKP, Sego Sambel Ha-Ho Jl. Dharmawangsa. Sebelah kiri jalan kalo dari kertajaya. Sebelum pertigaan traffic light RS Graha Amerta.
Ho - Ha (nyembur api dari mulut) |
lezatnya mengharukan?? (sampe nangis karena kepedesan) |
Sambelnya looohhhhhh --" |
iwak pe plus tempe |
I think I know why its called Ho-Ha.. seperti suara orang lagi kepedesan. Hoooo..haaaaahhh (sambil ndoweeehh)
Wednesday, May 9, 2012
Aku Sabang Kamu
Aku Sabang Kamu |
Bisa dibaca dengan intonasi Aku Sabang Kamu, bisa juga dibaca dengan Aku, Sabang, Kamu bagi yang punya cerita khusus ;)
Dua minggu lalu, tanggal 28-29 April saya dan beberapa teman berkunjung ke Sabang. Panjang ceritanya bisa sampai pulau ini, sepanjang perjalanan kami dari Surabaya ke Pulau paling barat Indonesia tersebut. Saya suka membeli kaos di setiap kota yang saya kunjungi. Selain sebagai tanda saya pernah ke sana, kadang untuk oleh-oleh atau sekedar titipan teman. Beberapa minggu sebelum keberangkatan kami, saya membuka situs emagz favorit saya dan menemukan edisi terbaru majalahnya yang membahas Sabang. Senang bukan kepalang, kami menemukan artikel yang bisa kami jadikan panduan waktu pergi nanti. Salah satu kontak yang bisa kami jadikan pegangan adalah kontak Bang Hijrah, Duta Pariwisata Sabang. Bang Hijrah juga punya toko souvenir berbau Sabang, Piyoh! namanya.
Begitu sampai Sabang, kami kirim pesan ke Bang Hijrah menanyakan alamat Piyoh. Lokasinya di kota atas Sabang, belakang Hotel Montana dan Hotel Nagoya. Waktu kami berkeliling di daerah kota, tidak sengaja kami melihat sebuah toko dengan tulisan Piyoh! di daerah pasar. Tapi ternyata toko di situ sudah tutup, kami mencari lagi alamat Piyoh yang baru berdasarkan petunjuk sms Bang Hijrah tadi.
Finally... We found Piyoh!!
Mehdia with the Piyoh's mascot. Taken by Ichant |
Waktu sampai di depan gerai Piyoh, kami membaca tulisan "Closed". Huuuuuu..sedih.
Tapi ternyata ada tulisan di bawahnya, "Kalau tutup hubungi no 081269655627" Tidak lama setelah sms, langsung deh ada yang bukain tokonya. Oh ya, sembari menunggu dibukakan pintu kami sempat berfoto di sisi dinding dengan tulisan I love Sabang dan maskot Piyoh di depan toko. Lucuuuuuu! :D
Hey..Aku Sabang Kamu. Taken by Ichant |
Ichant Sabang Kamu :D |
Memilih kaos dan souvenir lain di Piyoh tidak bisa dalam waktu singkat. Terlalu banyak pilihan yang oke di sini. Desainnya bervariasi, keren dan bahan kaosnya juga nyaman. Bingung milihnya...
Sekenang Kedar-kedaran dari Sabang. Taken by Ichant |
Waktu memilih-milih barang di toko ini, kami melihat foto-foto Bang Hijrah yang ternyata sebelumnya pernah menjadi Kakang Malang, Raki Jatim dan Agam Aceh serta Duta Pariwisata Sabang loh. Ternyata Bang Hijrah juga alumni Universitas Brawijaya Malang seperti saya.. meskipun bukan di jurusan yang sama, saya ikut bangga Bang Hijrah bisa sukses seperti sekarang. Sayang kami tidak bertemu langsung dengannya waktu itu, it would be nice to meet him.
Di Piyoh ini selain kaos juga dijual gantungan kunci, macam-macam pin, sticker, sandal, tas, serta beberapa souvenir lain bahkan peta wisata Sabang juga bisa kita dapatkan di sini. Kita juga bisa mengurus sertifikat tanda kita sudah pernah mengunjungi titik 0 km Indonesia. Komplit kan..
Ini kaos yang sebenernya saya incar. Kaos yang dipakai Bang Hijrah..Tapi kenapa kemarin di Piyoh gak ada, Bang? -___-
Ini kaos yang sebenernya saya incar. Kaos yang dipakai Bang Hijrah..Tapi kenapa kemarin di Piyoh gak ada, Bang? -___-
Bad Guy Goes To Hell, Good Guy Goes To Sabang |
I love Sabang T-shirt
Intan with the Inong Aceh T-shirt
|
Gantungan Agam Inong. Taken by Ichant |
Miniatur Agam Inong. Taken by Ichant |
Saran saya, sebelum keliling Sabang sebaiknya mampir ke Piyoh dulu, sesuai arti Piyoh yang berarti mampir atau singgah. Tanya soal Sabang sepuasnya, beli kaosnya untuk dipakai menjelajah Sabang.
Aku, Sabang, Kamu
Aku Sabang Kamu!!
Dieng Plateau (part II)
Kali ini cerita perjalanan kami di hari kedua menjelajah Dataran Tinggi Dieng. This is it! The 1st part is here guys :)
Sabtu, 7 April 2012
We are
ready to catch the sunrise!!!!
The Sunrise on Sikunir Mt. |
Pukul 4
pagi kami berangkat ke Sikunir dan menyempatkan sholat subuh di perjalanan.
Untuk mendapatkan sunrise yang oke, sebaiknya kita mendaki ke bagian paling
atas. 30 menit kira-kira kami menapaki gunung tersebut. Hawa dingin sudah tidak
terasa waktu kami mendaki, yang kami rasakan malah kelelahan, belum sarapan
soalnya.
View dari atas Sikunir pasca sunrise |
Sampai
di atas, kami puas dengan pemandangan yang benar-benar indah. Sang fajar
perlahan menampakkan diri dan terlihat sinarnya yang menyebar menerangi
bawahnya. Benar-benar puas menyaksikannya. Kami mengabadikan momen tersebut dan
tidak lupa mengabadikan momen bersama teman-teman dengan berbagai gaya.
Dancing..Dancing :D |
Sikunir Mt. |
Cool! Taken by Mas Zaenal |
Jump! Taken by Mas Zaenal |
Waktu turun
dari Sikunir, kami disuguhi pemandangan lain. Telaga Cebong yang biru dan
menyejukkan mata menyambut kami turun. Di dekat situ ada penjual Sagon, makanan
yang terbuat dari tepung ketan, kelapa dan gula yang belum pernah saya temukan
di tempat lain. Sepertinya makanan ini khas Dieng, membuatnya juga cukup
mudah seperti membuat putu.
Bedanya, Sagon dimasak dengan tungku kecil.
Telaga Cebong |
Sagon |
Dieng
memang punya banyak destinasi wisata. Tidak cukup sehari untuk menjelajahinya.
Dataran tinggi ini punya banyak telaga, kawah serta candi. Dari Sikunir dan
Telaga Cebong, kami lanjut ke Kawah
Sikidang. Coba saja cari di situs pencarian dengan keyword tersebut, akan
muncul foto-foto indahnya kawah ini. Memakai masker cukup membantu kita untuk
mengatasi bau belerangnya yang cukup menyengat tapi tidak berbahaya. Kawah ini cukup menarik dengan batuan belerang
dan sulfurnya.
Tidak ada track khusus untuk mencapai Kawah ini. Tapaknya relatif datar. Di
sini kami mencoba mengoleskan aliran sulfur yang katanya bisa menghilangkan
jerawat atau membersihkan kulit. Waktu memakainya jangan sampai kena mata, perihnya bakal tahan lama
dan bau belerangnya juga awet di pakaian yang kita kenakan. Jangan lupa untuk
memfoto sekitar kawah ini ya. Benar-benar keren deh..
Penjual Belerang |
Sikidang Crater |
Mencoba Sulfur di Kawah Sikidang |
Cabe Dieng |
Masih
banyak tempat yang belum kami kunjungi, waktu kami di Dieng hanya terbatas
sampai sore saja. Durasi waktu kami atur agar kami masih bisa mendapatkan
pemandangan di beberapa tempat lagi. Dari Kawah Sikidang kami menuju Telaga Merdada. Kita bisa berkeliling dengan perahu sewa di
telaga ini. Jangan lupa berfoto dengan bunga 5 warna.
Telaga Merdada |
Bunga 5 warna |
Destinasi
selanjutnya adalah Sumur Jalatunda. Ada yang percaya kalau kita
melemparkan batu hingga ke tengah sumur, keinginan kita akan terkabul. Di
sekitar lokasi sumur ini banyak petani kentang yang sedang bekerja. Kentang
memang menjadi salah satu hasil bumi Dieng yang cukup tinggi. Tidak
berlama-lama kami di sini, kami lanjutkan perjalanan menuju Komplek Candi
Arjuna. Namanya saja komplek, area ini terdiri dari beberapa candi baik yang masih
utuh atau pun reruntuhannya. Kami juga mendapati sekumpulan Domba berbulu lebat
yang diternak penduduk sana. Domba ini awalnya dari Autralia lalu
dikembang-biakkan oleh warga. Tampilannya tidak jauh berbeda dengan domba-domba
yang sering kita tonton di serial animasi “Shaun The Sheep”. Lucu dan
menggemaskan.
Jalatunda Well |
Sileri Crater |
Bersepeda di Komplek Candi Arjuna |
Bersantai di Komplek Candi Arjuna |
Domba Dieng |
Telaga
tiga warna. Destinasi ini merupakan salah satu destinasi yang wajib kita
kunjungi di Dieng. Warna telaga ini cukup bervariasi. Waktu kami ke sana, warna
telaga ini hijau, kuning dan biru. Dari yang saya baca, warna yang kita lihat
bisa saja berbeda tergantung waktu kita melihatnya dan cuaca. Ada yang pernah
mendapatkan efek warna biru airnya, jingga di waktu senja dan hijau dari
cerminan tumbuhan di sekitarnya. Great!
Telaga 3 Warna |
Kuning, Biru dan Hijau warna airnya |
Sisi hijau telaga warna |
Narsis di Telaga 3 Warna |
Menjelang
sore, kami beranjak kembali ke Wonosobo. Sebelumnya kami sempatkan dulu untuk
mandi di pemandian air panas lagi. Benar-benar pemandian pembuka dan penutup
perjalanan kami. Heheee
Ada beberapa tujuan yang kami lewatkan, Kawah Candradimuka
dan Air terjun Sirawe, Danau dan Kawah Sinila serta beberapa Candi. Meskipun
demikian, kami cukup puas dengan banyak tempat wisata Dieng. Semoga kami bisa
kembali lagi ke sana dengan destinasi dan waktu yang lebih panjang.
Kuliner
Dieng yang cukup terkenal yaitu Mie Ongklok. Gak afdol rasanya kalau berkunjung
ke suatu daerah tanpa mencoba kulinernya. Sore sebelum pulang, kami mencoba mie
ini. Bahkan sampai mendapatkan resepnya. Harganya sekitar Rp 5.000,- saja. Mie ongklok ini seperti mie ayam
dengan bumbunya yang khas dan pembuatanya diongklok (dikocok) dengan bambu. Pasangan
makan mie ini adalah Sate Tongseng. Sate daging yang dipotong kecil-kecil dan
tipis dengan bumbu yang rasanya hampir sama dengan bumbu mie ongklok.
Ah...lezatnyaaaaa
Mie Ongklok |
Tujuan
kami selanjutnya adalah Yogyakarta. Kami memang berencana pulang ke Surabaya
via Jogja dan bermalam di sana sebelum paginya pulang. Di kota ini kami
disambut oleh teman-teman BPI regional Yogyakarta dengan hangat di Restoran
Pendopo Ndalem. Menu yang saya pesan kali ini adalah minuman penghangat Wedang
Bledug, minuman hangat berisi rempah-rempah yang harganya hanya Rp 3.500,-.
Saya pesan nasi Magelangan, nasi goreng manis dengan campuran beberapa sayur.
Rata-rata makanan di sini berharga tidak lebih dari Rp 20.000,-.
Wedang Bledhug |
Yang jual Nasi Magelangan |
Bareng teman-teman BPI Yogyakarta |
Setelah
kenyang dan bercengkrama dengan teman-teman Jogja, kami menginap di tempat
salah satu teman BPI di daerah Kota Gede. Matur nuwun sanget kagem
rencang-rencang Jogja nggih :D Saya dan Mas Erwin juga sempat diantarkan untuk
beli kaos dan berfoto di Tugu Jogja di tengah malam.
Tugu Jogja Tjiiiinnn :D |
Minggu, 8 April 2012 –
Pulang
Nunggu Kereta di Lempuyangan |
Kereta kami berangkat pukul 08:30 dari Stasiun Lempuyangan. Kereta
seharga Rp 30.000,- ini membawa kami pulang ke Surabaya dalam waktu 6 jam. That
was my second time use the economic train (the 1st one was Jr.High school).
Kali ini keretanya cukup mengejutkan saya. Tampilan kereta ini tidak jauh
berbeda dengan kereta Bisnis loh. Sudah ada larangan merokok dan berjualan
pula, membuat kereta ini boleh disamakan dengan kereta bisnis. Bedanya hanya
jumlah bangku bisnis lebih sedikit dan stop kontak di masing-masih deret tempat
duduk saja. Jangan lupa mencoba nasi pecel Madiun tiga ribuan waktu berhenti
sebentar di stasiun Madiun.
Rp. 30.000,- Our Train Ticket |
OM. Carica |
Pecel Stasiun Madiun Rp 3.000,- |
Selesai sudah cerita perjalanan kali ini. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya!!!
Tuesday, May 8, 2012
Dieng Plateau (part I)
Akhirnya pergi juga ke sini. Sebelumnya beberapa kali
rencana ke sini selalu batal. Kali ini travelmates saya adalah teman-teman dari
BPI (Backpacker Indonesia) regional Surabaya. Menemukan mereka di dunia maya
adalah sebuah kebetulan dan akhirnya
memutuskan bergabung dengan mereka di dunia maya pula. Waktu itu dua
hari sebelum long weekend April, tanggal 6 hingga 8 April 2012. Rencana saya
untuk ke Jogja bertemu dengan teman dari Jakarta batal, kehabisan tiket dan
teman saya mendadak harus survei proyek. Saya mencari rencana lain di libur
panjang itu. Bertemulah saya dengan group BPI Surabaya dan trip terdekat mereka
adalah ke Dieng. Langsung saja saya
meminta bergabung dengan mereka. They are so welcome! I decided to join
them on the last minutes. Thank you, guys :*
So..this our journey to Dieng started!
Kamis, 5 April 2012
Pulang kerja pukul 5 tepat itu salah satu anugerah. Setelah sholat
maghrib, ngaji hingga sholat isya saya mandi, iya...saya mandi loh.. :D lalu
packing dan bersiap ke Terminal Bungurasih (terminal Purabaya lebih tepatnya).
Ibu yang sempat ragu dengan trip saya kali ini akhirnya merestui. -Yes, my mom
was worry about my new friends, Backpacker Indonesia, that i haven’t know yet-
Akhirnya ada kata khawatir dari Ibu ke saya, terharu.. sebelumnya hampir gak
pernah dikhawatirin. Hahaaa
Malam
itu macetnya luar biasa, efek long weekend dan memang arah ke terminal adalah
jalan utama Surabaya, Jalan A. Yani. Rumah saya ke Bungurasih yang biasanya
bisa ditempuh dalam 10 menit dengan bus kota kali ini setengah jam perjalanan
dengan kendaraan yang sama. Saya menunggu teman-teman di tempat yang
ditentukan, ruang tunggu yang baru. Wow, I have tried the terminal’s new
waiting room..It were so clean, tidy, and comfort enough for the passangers. Jam
9 lebih, belum ada tanda-tanda teman berkumpul. Saya cuma bisa menghubungi Mas
Deny, kontak yang saya punya dan dia sedang terjebak macet. Sekitar pukul 10
malam akhirnya kami berkumpul lengkap 14 orang (1 orang batal ikut) dan baru
mendapatkan bus ke Semarang pukul 00:15 (sudah masuk tanggal 6 ya..)
Jum’at, 6 April 2012
00:30 bus kami berangkat menuju Semarang. Widji Lestari nama
bus kami, bus ekonomi yang menyelamatkan kami dari keterlantaran di terminal :D
tarifnya Rp 40.000,- untuk sampai ke Semarang. Sampai di Terminal Troboyo,
Semarang pukul 07:30. Kami sempatkan sarapan dulu di sana sebelum kami lanjut
ke Wonosobo. Satu jam kemudian kami berangkat ke Wonosobo. Tarif bus yang
katanya hanya dua jam sampai Wonosobo ini Rp 20.000,-. Ternyata perkiraan meleset,
untuk sampai ke Wonosobo hari itu kira-kira hampir 5 jam. Di tengah perjalanan
tiba-tiba ada penjual es dung-dung Rp 2.000,-. Es itu bagaikan setetes air di
gurun pasir, mencerahkan hari kami.
Es Dung-dung pencerah hari kami |
Kami sampai di terminal Wonosobo dan bertemu dengan Pak
Didik, guide kami selama di Dieng nanti. Setelah sholat, istirahat sejenak,
pukul 14:30 kami berangkat menuju Dieng!
Buat saya, mencari tahu segala sesuatu tentang daerah
yang akan kita kunjungi itu hampir wajib hukumnya, we have to know whats
happening there, how to get there, is there any disaster or is it safe for the
tourist, the places where we should visit, about the people, their culture, the
food and many more information. Do some research before you go! It helps you a
lot while traveling. Jadi, jauh hari sebelumnya saya sudah mencari tahu soal
Dieng, hal utama yang menarik perhatian saya adalah fenomena rambut gimbal.
Nanti saya jelaskan di posting lain saja deh :D Sayangnya, di
perjalanan ini kami tidak bertemu dengan pemilik rambut gimbal.
Pemandian air Panas di Hutan kota Wonosobo adalah jujukan
pertama kami. Ada dua pilihan tempat mandi di sini, kolam renang air panas atau
kamar mandi yang berisi satu bak mandi dan bathtube
untuk berendam. Mandi di sini harus penuh tenggang rasa, hanya 15 menit waktu
kita untuk memanjakan diri dengan air panas, antri soalnya. Tarif untuk kamar
mandi yang biasa Rp 3.000,- dan VIP Rp 7.000,-. Jangan kaget kalau misalnya ada
bunyi bel bernyanyi di kamar mandi kalian, lebih dari 15 menit bel itu akan
berbunyi. Neng nong neng nong neng...
Pemandian Air Panas dengan bel andalan tiap 15 menit |
Puas mandi dan berendam bak putri di pemandian ini, kami menuju ke Telaga Menjer.
Telaga ini sudah masuk kawasan Dieng I, mereka menyebutnya demikian. Pemandangan telaga ini sebenarnya
lebih indah jika kita nikmati di saat pagi, karena warna air dan sekitarnya
akan lebih terlihat. Sinar matahari yang memantul ke telaga akan Nampak indah
pula. Momen seperti itu akan bagus untuk diabadikan. Tapi, meskipun kami
menikmatinya di waktu senja, kami tetap bisa bernarsis ria. :D
Telaga Menjer |
Telaga Menjer |
Kira-kira pukul
5 sore lebih kami menuju ke penginapan kami untuk ishoma. Makan malam
waktu itu di Resto Bu Djono.
Bu Djono ternyata sudah cukup dikenal di kalangan wisatawan, baik asing maupun
domestik. Hotel dan restonya terkenal memberikan pelayanan yang memuaskan dan
lokasinya yang cukup strategis. Sayangnya kami dengan Bu Djono hanya untuk
urusan perut, kami menginap di Matahari Home Stay. Home Stay kami berupa rumah
kecil yang terdiri dari ruang tamu, ruang tengah dan dua kamar tidur dengan
kamar mandi dalam serta dilengkapi dengan fasilitas air panas. Nyaman dan cukup
hangat bagi kami yang kedinginan berada di ketinggian 2100 mdpl. Dataran tinggi
Dieng ini lebih tinggi dari Bromo. Mandi? Boleh lah buat yang tahan sama
dinginnya Dieng.
Map of Dieng Plateau |
Setelah
berbenah, sholat dan santai sebentar, kami diajak ke penjual carica, manisan
khas Dieng. Di sana kami melihat buahnya langsung dan bisa mencoba beberapa
kudapan yang dijual selain Carica seperti purwaceng dan beberapa keripik.
Kami sengaja tidur lebih awal malam itu karena pukul
4 pagi esok harinya kami harus sudah siap untuk mengejar sunrise di Gunung
Sikunir.
See ya on the next posting.. :D
Subscribe to:
Posts (Atom)