Friday, July 27, 2012

Buka Bareng di Depot Ampel

Pernah dengar daerah Ampel kan? I'm sure you must be know that area. Daerah Ampel yang identik dengan Sunan Ampel di Surabaya, terkenal dengan area yang berbau Islami dan kaum Arab. Kata Ampel kali ini tidak ada hubungannya dengan area tersebut. Depot Ampel tidak berlokasi di daerah Ampel, tapi di daerah tengah kota Surabaya. Jl. Walikota Mustajab lebih tepatnya, berada tepat di antara kantor Waringin General Contractor dan NAV karaoke. Depot dengan menu masakan khas Timur Tengah ini sukses menggoda saya untuk kembali ke sana lagi. Kunjungan saya yang ketiga kalinya ini bersama beberapa teman Arsitektur UB '06 yang ada di Surabaya. Ada Saya, Angga, Iiq, Feti, Ilman, Andri dan pasangan (Kiki). Buka bareng sekaligus reuni kecil.
Ilman, Angga, Iiq, Mehdia, Feti, Kiki, Andri
Depot ini punya banyak pengunjung, apalagi di waktu bulan Ramadhan. Siap-siap datang lebih awal deh sebelum jam buka puasa. Rame banget. Saya dan teman-teman datang pukul 5 sore dan langsung memesan makanan. Kata pemiliknya, "Kalo gak pesen duluan nanti gak keburu buka loh..rame soalnya". Yes, She is right! Untungnya kami langsung pesan, tepat di saat adzan berkumandang makanan kami sudah siap di depan kami. Berbukalah dengan yang manis memang menjadi tagline Ramadhan. Spesial di bulan Ramadhan, ada sajian khusus bagi pengunjung. Ta'jil berupa kurma dan minuman manis hangat bernama Poka', minuman penghangat dari rempah-rempah yang dihaluskan. Manisnya kurma dan Poka' tadi sukses mengalahkan kemanisan saya :D *kumat narsis*
Poka' dan Kurma untuk Ta'jil
The Menu
Kami memesan beberapa makanan dari menu yang sudah ditempel di masing-masing sisi meja lengkap dengan harganya. Bingung dengan penampakan makanan yang ada di menu? Lihat saja ke atas kasir. Ada gambar berbagai menu mereka.
Penampakan Menu di atas kasir
Saya pesan Nasi Tomat, nasi berwarna dominan merah dari tomat dengan rasa campuran beberapa rempah ini sedikit spicy. Terasa sekali rempah-rempahnya. Kadang ikut kegigit waktu mengunyah..hehee
Lauknya berupa daging kambing yang empuk dan sama sekali tidak ada aroma kambing. Orang yang gak doyan kambing karena aromanya pasti langsung suka deh makan di sini.
Nasi Tomat
Teman-teman memesan Kikil Kambing, Sop Buntut, Iga Kambing Goreng dan Nasi Briyani. Kok gak ada yang pesan Nasi kebuli? karena kita lagi pengen mencoba menu-menu yang berbeda dari masakan Timur Tengah. Hehehee.. dan beberapa dari kami juga sudah pernah mencoba nasi kebuli.
Kikil Kambing (Sop Kambing) Huweeenaaakk
Kambing Oven. Menu andalan Depot Ampel
Sop Buntut
Nasi Briyani
Iga Kambing Goreng
Hampir semua menu di sini identik dengan kambing. Dan hebatnya, aroma khas kambingnya hilang tapi rasanya masih terjaga. Empuknya daging dengan bumbu yang pas memanjakan lidah dan gigi kami (maklum, gigi saya masih butuh perawatan :D). Minuman yang cukup menjadi andalan adalah Teh Rempah. Teh manis dengan sedikit aroma dan campuran rempah. Segerrrrr..
Teh Rempah
Haucek Tsen Tjin Ping!
Soal harga, relatif ya.. Ono rego Ono rupo (ada harga ada barang). Harga yang dipatok memang di atas 20ribu untuk makanannya, tapi memang sepadan dengan masakan dan rasanya kok..
Meja berempat di sisi meja untuk 6 orang
Penampakan Depot Ampel 1. Photo courtesy of Hi fat Lo Brain
Sayangnya, agak susah kalau mau makan dengan banyak orang dalam satu meja. Meja paling besar hanya cukup untuk 6 orang (7 orang masih memungkinkan jika terpaksa). Waktu buka kemarin kami bertujuh dalam satu meja. Makin dekat makin hangat. Sebelah depot Ampel yang utama ada bangunan lebih kecil milik mereka juga, Depot Ampel 1, maksimal juga 6-7 orang untuk satu meja. Alhamdulillah, masih diberi kesempatan bersilaturrahmi dengan teman-teman. Hope next time we can gather with more people ya, guys..

Salam Eat and Fat!

Monday, July 23, 2012

ACEH, Arab-Cina-Eropa-Hindia

Visit Aceh 2013
ACEH, saya baru tau kepanjangan Aceh tersebut dari teman seperjalanan waktu di Sabang yang asli Aceh. Penduduk Aceh hampir semuanya keturunan empat wilayah tersebut. Setelah mengamati tipikal wajah beberapa orang yang saya temui di sana, saya ikut meyakini cerita tersebut. Wajah mereka ada yang terlihat seperti keturunan Arab, ada yang tipikal orang Hindia, Cina atau Eropa. Negeri Serambi Mekah ini masih memegang tinggi syariat islam, jadi mayoritas penduduknya berbusana tertutup. Bahkan pengunjung kota ini juga dihimbau untuk berpakaian tertutup. Alhamdulillah saya sudah berbusana tertutup sejak dulu :)

Perjalanan ke Aceh ini adalah satu rangkaian perjalanan saya selama sembilan hari di pulau orang. Meski hanya sehari saja di sini kami benar-benar memaksimalkan waktu singkat kami. Tanggal 28 April 2012 pagi kami sampai di Aceh. Namun hanya sebatas transit saja. Kami langsung melanjutkan perjalanan ke Pulau Weh atau biasa disebut Sabang yang memang harus melalui Aceh dulu. Kami kembali dari Sabang hari Minggu sore 29 April dan stay di Aceh selama sehari.

Minggu, 29 April 2012
Kami sampai di Pelabuhan Ulee Lheu pukul 16.45 WIB. Sudah ada bentor yang menjemput kami. Kami sudah janjian dengannya saat kami diantarkan ke pelabuhan dari terminal Banda Aceh. Kami minta diantarkan ke Masjid Baiturrahman. The Great Mosque! Salah satu saksi bisu kejadian Tsunami 2004.
Kami berhenti di pelataran masjid sambil menunggu kabar dari host kami masing-masing. Thank you so much for the Couch Surfing. Ichan ( @ichantspanish ) dihost-in seorang teman CS, Bang Ahlan dan host saya bernama Yuni. Di Aceh, syariat Islam sangat terjaga. Yang laki-laki tidak bisa menghost perempuan, begitu pula sebaliknya. Yuni ini adalah sahabat teman trip saya waktu di Maratua. Dia pernah kuliah di Desain Interior ITS, jadi kami kadang bercakap-cakap dengan bahasa Suroboyan :D Yuni tinggal sendiri di Banda Aceh, bekerja di Pemkot Aceh dan merangkap menjadi ibu kos muda yang baik hati..hehee
Bang Ahlan Syahreza, mahasiswa kedokteran yang baru saja ujian profesi. A Smart and so friendly young Doctor.
Sore itu Yuni menghampiri kami di Masjid Baiturrahman dan mengantarkan kami sejenak untuk berkeliling masjid. We were so excited with her explanation about the mosque and the tragedy of Tsunami. Kami sempatkan untuk sholat maghrib dan ngaji sebentar dulu di sini. I sent some message to my parent that I reach Baiturrahman Mosque. Subhanallah..
Baiturrahman Mosque at night
Interior Baiturrahman
Setiap sudutnya selalu menarik perhatian
Pemandangan di malam hari masjid ini sungguh indah. Kami mengambil banyak foto dengan latar masjid. Setelah cukup puas, kami menuju Helsinki Cafe, tempat kami berkumpul dengan Bang Ahlan dan teman CS yang lain. Kami berjalan dari Baiturrahman ke Cafe tersebut. Ternyata jaraknya cukup dekat, kira-kira 10 menit dari Baiturrahman. Kami bertemu Bang Ahlan (@reza_ahlan), Mbak Erna dan Felix. Setelah bercakap-cakap dan mecoba menu di sana kami berpindah tempat untuk makan malam. Kami mencoba sate matang. Sate Matang ini adalah sate daging sapi dengan ukuran cukup besar dan disajikan dengan bumbu sate serta kuah sejenis kuah gulai. Satu porsi Sate Matang ini dihargai kira-kira 20-25ribu rupiah.
Bareng CSer Aceh. Bang Ahlan, Felix, Mbak Erna
Sate Matang
Saya diantarkan Bang Ahlan ke rumah Yuni malam itu. Harus cukup energi untuk keliling Aceh keesokan harinya. Seperti biasa, kalo sudah ngumpul bareng teman, ritual sebelum tidur adalah bercerita :) Sharing pengalaman traveling, sharing soal kerjaan, atau bahkan sharing soal lawan jenis. hehehehehee..

Senin, 30 April 2012
Pagi itu saya bangun pukul 5. Saya dan Yuni berangkat sholat subuh ke Baiturrahman. Tidak lupa saya bawa kamera untuk memfoto masjid tersebut. Lebih sepi lebih bagus. Semakin ke Barat Indonesia semakin lama pula waktu mulai aktivitas warganya. Di Aceh, pukul 5 pagi itu masih gelap, dan baru mulai subuh. Bandingkan dengan di Surabaya, jam 5 pagi sudah mulai terang. Aktivitas di jalan raya saja baru terlihat ramai pukul 8 pagi, di Surabaya? jam 6 di A.yani itu sudah mulai macet!
Sholat subuh dan mendengarkan kuliah subuh di Baiturrahman itu rasanya gimanaaaa gitu. Subhanallah deh..
Waktu subuh masih terdengar burung-burung berkicauan di dalam masjid.
Kuliah Subuh di Baiturrahman
The Great Baiturrahman (Subuh Time)
Yuni yang hari itu kerja tidak bisa menemani kami untuk berkeliling Aceh. Tapi (lagi-lagi) dengan baik hati ia menawarkan motornya untuk kami pakai seharian. Padahal kami sebelumnya berencana nyari persewaan motor atau naik angkutan umum. Well..destinasi sudah tercatat, peta sudah di tangan (thanks Ahlan for the tourism Map of Banda Aceh), kami siap mengeksplor Aceh!
Blang Padang dari depan. Taken by Ichant
Aceh Thanks to the World
Starting point Baiturrahman, foto-foto sejenak. Gak ada habisnya kami mengagumi masjid ini. Pukul 09.00 kami beranjak ke Blang Padang. Blang Padang ini adalah lapangan salah satu bentuk terima kasih Aceh kepada negara-negara yang telah membantu di saat Tsunami 2004. Di lapangan ini kita akan disambut dengan bendera berbagai negara berjajar dan tulisan Aceh Thanks to World di pintu masuknya. Kemudian monumen dengan tulisan cerita singkat kejadian Tsunami. Di sekeliling monumen tersebut terdapat cetakan-cetakan beton dengan tulisan banyaknya korban Tsunami dan kata-kata pembangkit semangat dengan berbagai bahasa. Lapangan ini dikelilingi tugu-tugu kecil dengan bendera masing-masing negara yang membantu. Ada pesawat Seulawah RI1 juga loh di sini, meskipun hanya replikanya saja.
Monumen di Blang Padang
Banyak monumen kecil yang bertulisakan "Terima kasih dan damai" dalam bahasa sesuai negaranya
Seulawah RI 1. Taken by Ichant
Tagline Aceh, Damai Itu Indah. Taken by Ichant
Lokasi Blang Padang ini ada di seberang Museum Tsunami. Dari sini kita bisa melihat bentukan utuh museum Tsunami yang menyerupai kapal dan berlatar gunung. Sambil menunggu mas Bayu (teman trip Sabang) yang mau mengambil snorkel kit mas widhi yang tertinggal di Sabang kemarin, kami sempat jajan di PKL pinggir Blang Padang. Biaya masuk: Gratis.
Dari Blang Padang kami lanjutkan Museum Aceh yang terdapat replika rumah Aceh. Cuma pengen foto di depannya aja sih. hehee.. Gak perlu lama-lama di sana, kami langsung menuju pendopo Gubernur. Pendopo ini dikelilingi 99 nama Allah atau biasa kita sebut dengan Asmaul Husna. Di sini kami juga tidak bisa masuk karena lokasi ini termasuk restricted area. Biaya masuk Museum Aceh: Gratis.
99 Asmaul Husna mengelilingi Pendopo Gubernur
Rumah Aceh
Taman Putro Phang menjadi jujukan selanjutnya. Taman ini adalah taman yang dibangun khusus oleh Putro Phang untuk istri tercintanya agar bisa bersantai dengan leluasa. Yang cukup menarik di sini adalah semuanya berwarna putih. Dari jembatan, bangunannya, tempat duduknya semua berwarna putih. Jembatan ini ternyata cukup sering dijadikan obyek foto. Biaya masuk: Gratis juga.
Taman Putro Phang
Jembatan Cinta. Huopooooo :D
Kami sempat mampir sebentar ke masjid dengan kubah berbentuk topi khas Aceh. Lucu juga dijadikan obyek foto loh..
Masjid Kubah Topi Aceh
Hari menjelang siang dan kami menuju Lhok Nga, pantai yang cukup terkenal dengan sunsetnya. Tapi kami ke sana di siang bolong, jadi terasa sekali teriknya matahari siang itu. Waktu menuju Lhok Nga kami melewati kuburan massal korban Tsunami. Gerbangnya didesain khusus dengan tulisan-tulisan pengingat mati dan cobaan yang didapatkan manusia. "Kami akan menguji dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan."
Salah satu Kuburan Massal Tsunami
Gerbang Kuburan Massal
Lagi-lagi Asmaul Husna mengelilingi Kuburan Massal
Dari kota menuju Lhok Nga bisa kita tempuh dalam waktu kurang lebih 45 menit. Gunung, tebing, sawah, sungai dan jajaran rumah kecil menjadi suguhan kami selama perjalanan ke Lhok Nga. Indah, benar-benar indah. Sebelum sampai di Pantai Lhok Nga, kami sempat nyasar dan berujung menemukan satu area yang saya yakini area tersebut adalah monumen tsunami. Saya ingat dengan TOR sayembara desain monumen tsunami tersebut di waktu kuliah. Dari areanya dan desain yang terpilih tersebut mirip dengan apa yang saya lihat waktu itu. Namun sangat disayangkan, tempat itu benar-benar mangkrak tidak terurus. Rumput-rumput tumbuh panjang dan liar, sampah berserakan dan gersang. Kabarnya area ini akan direnovasi kembali oleh pemerintah.
Monumen Tsunami yang tidak terawat
Dan sampailah kami di Lhok Nga Beach. Lokasinya ternyata berdekatan dengan Pabrik Semen Andalas. Sepiiiiiiiiii! Tidak ada pengunjung selain kami. Kami beristirahat di gubuk gubuk yang ada di pinggir pantai. Menikmati pantai dengan semilir angin pantai yang sejuk. Sudah istirahat, sudah puas foto-foto..kami berlanjut ke Lampuuk, salah satu pantai sumber Tsunami. Jarak dari Lhok Nga ke Lampuuk cukup dekat. Hanya dalam waktu 10 menit kami sudah sampai di pantai ini.
Pantai dengan pasir yang benar-benar putih dan begitu lembut, birunya laut dan hijaunya pepohonan di sekitar pantai melengkapi keindahan pantai. Masuk pantai ini dikenakan biaya Rp 3.000, berbeda dengan Pantai Lhok Nga yang gratis.
Lompatan Lhok Nga
Lhok Nga. Terlihat dermaga juga dari sini
Pabrik Semen seberang Lhok Nga
Sampai juga di Lampuuk
Lampuuk Beach
Kamen Rider beraksi :D Taken by Ichant
Kwereeeenn :* Taken by Ichant
Kira-kira pukul dua siang kami kembali ke kota untuk ke destinasi selanjutnya, yaitu Museum Tsunami, PLTD Apung dan Kapal di atas rumah. Museum Tsunami lokasinya mudah dicari karena berada di jalan utama Banda Aceh. Museum yang berseberangan dengan Blang Padang ini adalah karya Ridwan Kamil, arsitek muda asli Bandung yang sudah cukup mendunia. Cukup bangga saya bisa sampai sini dan merasakan langsung karyanya.
Museum Tsunami front View
Tidak ada retribusi khusus untuk masuk Museum Tsunami. Kita hanya menitipkan barang kita saja di loket pintu masuk. Awal masuk kita dihadapkan dengan dinding besar dengan relief peta Aceh berwarna emas. Di area itu terdapat sisi dinding yang rusak seperti habis terkena gempa. Saya tidak tau dinding tersebut baru saja kena gempa atau memang sengaja didesain seperti itu agar efek tsunaminya lebih terlihat. Ada way finding di setiap lantainya. Museum ini terbagi menjadi tiga area, Pra Tsunami, Saat Tsunami, dan Pasca Tsunami. Jadi ruang pamernya memperlihatkan dan menggambarkan ketiga keadaan tersebut. Interior ruang pamernya dibuat minim pencahayaan tapi ada pendar-pendar cahaya dari secondary skin bangunan. Dindingnya bergelombang maju mundur dari gypsum. Kita bisa melihat video dokumenter Tsunami 2004 berdurasi 10 menit. Sempet nangis waktu lihat itu. :( 
Peta Aceh dalam relief
Bendera di atas void museum
Bola-bola cinta :D
Ambulance saat Tsunami
Ada void yang dihiasi bendera banyak negara yang telah berpartisipasi membantu Aceh waktu Tsunami. Negara-negara yang berpartisipasi tersebut juga dituliskan di setiap batu bulat buatan di sekeliling kolam di hall museum. Ada mobil ambulance sumbangan yang dulu pernah dipakai saat evakuasi Tsunami. This museum is awesome!

Panasnya Aceh hari itu gak tanggung-tanggung. Kulit kami menghitam seperti kulit orang Aceh kebanyakan. Haus juga tidak tertahankan. Beberapa kali kami berhenti hanya untuk membeli minuman dingin. Tapi itu semua tidak mengurangi semangat kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami menuju PLTD Apung setelah dari Museum Tsunami. Memang petunjuk dari orang lokal lebih mudah dan meyakinkan karena waktu itu hanya dengan peta kurang bisa diandalkan. Ada beberapa area atau jalan yang tidak tergambarkan di peta kami.
Monumen di PLTD Apung
di depan Kapal yang terseret 5km
Love you Indonesia
PLTD Apung ini adalah kapal besar milik PLN yang terseret ombak Tsunami sejauh 5 KM dari laut ke sebuah kampung penduduk. Kapal ini kemudian dijadikan konservasi oleh pemerintah dan penduduk setempat. Untuk masuk area ini kita tidak ditarik retribusi. Pertama masuk kita akan melihat satu monumen kecil yang bertuliskan korban-korban Tsunami di beberapa kecamatan. Di sampingnya ada ramp untuk menuju menara pandang yang dari situ kita bisa melihat area sekeliling lokasi kapal terdampar. Kita juga bisa masuk dan naik ke Kapal tadi. Tidak ada larangan di sana. Hanya saja kita perlu membeli koin khusus untuk melihat jarak jauh lautan asal Kapal tersebut dengan teropong yang terpasang di dek Kapal. Semilir angin dari atas Kapal dan terangnya sore itu benar-benar mengagumkan.
View dari PLTD Apung
Destinasi kami yang terakhir sore itu adalah Kapal di atas rumah. Ceritanya hampir sama dengan PLTD Apung, kapal ini terdampar di suatu desa karena Tsunami. Di dalam kapal waktu itu ada beberapa orang yang naik untuk menyelamatkan diri dan subhanallah.. mereka semua selamat.
Korban Selamat di atas kapal
Kapal di atas rumah
Setelah list tujuan kami habis, kami sempatkan diri untuk makan di area pasar Atjeh, pasar sebelah Masjid Baiturrahman. Nasi lemak menjadi pengganjal perut kami sore itu. Setelah sholat (lagi-lagi di Baiturrahman) kami bersiap untuk kembali ke Medan dengan bus kurnia. Tiketnya sudah kami beli siang harinya seharga Rp 130.000,- lebih mahal 5 ribu rupiah dari bus Pelangi.
Nasi Lemak
Our Hosts. Bang Ahlan dan Yuni :)
Kami diantarkan Bang Ahlan dan Yuni ke terminal Aceh. Tidak lupa untuk foto bareng mereka. Fiuuhhh.. benar-benar perjalanan yang seru dan tak terlupakan!

Sampai jumpa di perjalanan Bukittinggi dan Medan, perjalanan kami masih panjang!