Wednesday, May 22, 2013

Nguleg Rujak Bareng Bencong

Tjiiinn..beberapa minggu lalu eike habis pesta rujak uleg bareng temen-temen eike tjiiinn..
Huuuuuh..rame banget! jalan aja jadi rempong! Tapi eike puas loh bisa incip-incip banyak rujak gak pake bayar alias geretong..hihii :*
Nih, eike tunjukin foto bareng bencong di stand temen eike. Nama standnya, Asolole.
Setelah diliat-liat, lengan mereka segede uleg-uleg yang mereka pegang ya :D
*ngomong gaya gini bikin lidah capek ya..*

Tanggal 13 Mei lalu di Surabaya memang baru saja dihelat Festival Rujak Uleg, salah satu rangkaian acara yang meramaikan ulang tahun Surabaya di bulan ini yang ke-720. Tahun ini, sudah tujuh kali diadakan. Terhitung sejak 2007 dimulainya. Isinya ya apalagi kalau bukan menguleg rujak.
Oh, Man! pesertanya buanyaaak. Kabarnya 1200an lebih jumlahnya yang terdiri dari banyak tim. Satu tim berisi 5 orang peserta dari instansi atau kampung di Surabaya. Ibu Walikota dan timnya juga ikut terlibat jadi peserta sebagai peserta kehormatan bersama para dubes dan undangan lain.
Para Finalis goyang di depan panggung dengan berbagai kostum yang atraktif
Festival yang diadakan di sepanjang Jl. Kembang Jepun, atau dikenal dengan Kya-Kya ini menarik ribuan pengunjung. Selain embel-embel gratisan, yang membuat lebih menarik adalah para pesertanya yang diwajibkan mengenakan kostum se-atraktif mungkin. Mereka menguleg rujak bersama-sama. Ada momen di saat mereka menguleg sambil berjoget diiringi musik yang diputar oleh panitia. Ada satu porsi yang wajib diserahkan ke dewan juri untuk dinilai, sisanya dibagikan ke pengunjung. Heboh!
Topi dan isi rujaknya sama
Rujak Java Paragon, enak.
Nguleg sambil goyang
Totalitas make up loh..
Srikandi penguleg rujak
 Saya dan teman-teman sempat mencoba beberapa rujak milik beberapa stand peserta. Emm..rasanya ada yang biasa saja, ada yang petisnya benar-benar terasa, ada yang terlalu besar mengiris cingurnya. Macam-macam deh..
Buat ajang kumpul bareng, seseruan bareng teman dan keluarga sangat cocok nih! Apalagi pas lapar :D
Para pengunjung rela antri demi rujak
Bahkan anak-anak pun ikutan nyoba

Monday, May 20, 2013

Bon Appetit! Jujugan Favorit setelah Shalat

Selamat Makan!! adalah arti dari Bon Appetit. Dari namanya saja sudah terlihat bahwa kedai yang menggunakan nama ini adalah kedai dengan menu masakan Italy. Benar saja, ketika saya mencoba masuk ke dalam, menu mereka didominasi pasta, schotel, sphagetti dan kawannya.
Di jalanan ini gak pernah sepi orang. Kalau berniat makan, sebaiknya dari awal sudah ambil jalan di pinggir
Berbeda dengan kedai-kedai di sebelahnya yang menjual makanan khas Arab seperti kebab, sawarma, nasi ayam, roti gandum atau broasted chicken yang sudah cukup umum. Bon Appetit terlihat berbeda dengan konsep kedainya yang mengusung model fast food tapi di pinggir jalan. Tidak begitu besar dan tidak begitu banyak menunya. Harganya juga sebanding dengan makanan yang disajikan. Enak, pas dan tidak terlalu mahal.

Hari pertama saya di Mekah, sepulang sholat dari Masjidil Haraam, saya sempatkan berputar ke sekitar masjid dan tempat inap untuk melihat apa saja yang ada di sana. Memang ya..dasar gak bisa diam saat bepergian, bawaanya pengen jalan terus. We have to observe the neighborhood, right? Selain untuk menghafal jalan, kita juga akan menemukan hal yang mungkin tidak semua orang menyadari keberadaannya.
Salah satu kedai penjual minuman di sekitar Masjidil Haraam. Hati-hati minuman jusnya penuh pewarna. I've prove it. 3 Riyal yang menyegarkan tapi tidak terjamin kesehatannya.
Broasted Chicken, selalu ramai pengunjung
13 Riyal isinya ini. Yang paling khas adalah Tum, saus bawang putih.
Kemanapun, urusan makan adalah nomor 1. Pertama yang saya cari di sana adalah kulinernya. Deretan toko di kanan-kiri jalan sekitar Masjid saya susuri pelan-pelan. Saya lihat satu persatu apa yang mereka jual. Mendadak saya berhenti dan melihat toko bercat merah dengan papan menu yang menunjukkan harga makanannya. Hmm..jauh lebih mahal dibandingkan sebelah-sebelahnya. Setelah beberapa kali lewat, saya bandingkan dengan toko yang lain. Porsi mereka memang berbeda, rasanya juga berbeda setelah saya mencoba membeli makanan dari satu kedai ke kedai lainnya.. (maruk!) :D

Well, karena saat itu saya sedang menghindari semua makanan yang mengandung minyak dan santan, saya lebih sering membeli makanan di luar tempat inap. Bukan karena rewel atau apa pun, saat itu saya sedang batuk berat yang sudah hinggap lebih dari 2 minggu. Saya pengen sembuh dan lebih khusyu' sholatnya. Waktu itu saya iseng masuk ke Bon Appetit dan melihat beberapa masakannya. Ada macaroni schotel bhoookkk.. langsung saya beli deh. Seporsi 7 riyal yang isinya sebesar stereofoam burger. Mereka menyebutnya bukan macaroni schotel ternyata. Saya lupa namanya, hingga waktu ke kasir tersendat-sendat ejaannya. Ah, sudahlah.. yang penting cukup mengenyangkan! dan deliciousoooo! dagingnya, makaroninya, bumbunya.. yang kurang cuma satu, saos tomatnya gak ada. Beli lah saya ke toko kelontong di pasar tradisional, cuma 1 real aja kok sebotol.
Hot Dog
Bon Appetit waktu subuh
Esok harinya, waktu subuh, Bon Appetit buka dengan konsep yang berbeda. kedai ini tidak bisa dimasuki, karena mereka menaruh etalase dan display menu tepat di depan pintu. Makanan yang dijual disesuaikan dengan waktu mereka buka. Tiap subuh atau pagi mereka menjual hot dog dengan isi sosis, mayonaise, daging giling, bumbu rempah, bawang bombay dan french fries. Rotinya juga hand made yang masih hangat dan empuk. Nyam..Nyamm...enak!
Selain itu mereka menjual hot coffee and tea, serta roti lebar semacam roti maryam yang bisa diisi dengan isi hot dog tadi. Semacam kebab tapi empuk. Menu sarapan ini harganya 3 real.
So Yummy!
Isi sosis, daging giling, mayoneise, french fries..ya allahhhh..wenak
Hampir tiap pulang sholat subuh saya membeli menu tersebut. Bahkan kadang saya membeli dua porsi, satu untuk langsung dimakan di tempat dan satu take away. :D
Bon Appetit!!

Sunday, May 19, 2013

Bercucuran Keringat karena Kare Rajungan

Pedas tapi nagih!
Itu sensasi yang saya rasakan ketika menikmati kare rajungan di siang hari. Bumbu kare di warung yang saya makan siang itu memang cukup membuat lidah panas dan keringat mengucur. Ditambah dengan kondisi cuaca Surabaya yang terkenal panas.
This is it! Rajungan berbumbu kare yang lezat.
Belum banyak warung atau restoran di Surabaya yang punya menu ini karena masakan olahan rajungan kebanyakan tersedia di kota-kota yang berdeketan dengan pantai. Di Tuban misalnya, kota yang terkenal hasil lautnya. Selama ini yang banyak dinikmati masyarakat umum adalah kepiting karena masih banyak masyarakat yang belum tahu mengenai rajungan. Rajungan masih satu spesies dengan kepiting. Penampilannya juga hampir sama. Tapi jika ditelaah dengan baik, ada perbedaan dari mereka. Serupa tapi tak sama. 
Rajungan punya cangkang lebih tipis dibandingkan kepiting. Selain itu, ada satu pasang kakinya yang berujung melebar seperti sirip. Kaki tersebut memang digunakan rajungan untuk berenang karena rajungan hanya hidup di air dan tidak mampu berlama-lama di daratan layaknya ikan. Berbeda dengan kepiting yang bisa bertahan hidup baik di lautan maupun di darat. 

Rajungan adalah salah satu sumber protein yang cukup tinggi. Kadar lemaknya juga rendah, sehingga aman dikonsumsi bagi orang yang sedang membatasi makanan berlemak. Bukan hanya itu, rajungan juga mengandung kalsium, fosfor dan zat besi serta vitamin A dan B1 yang baik untuk tulang dan pertumbuhan
Penampakan rajungan sebelum dimasak

Penasaran dengan wujud mentahnya, saya bertanya ke penjual kare dan melihat langsung rajungan yang masih belum dimasak. Ternyata warnanya lebih biru ke abu-abu dibandingkan kepiting. Badannya juga terlihat lebih rapuh dengan motif tutul-tutul yang dominan. Harganya lebih mahal daripada kepiting karena tidak di semua lautan bebas bisa didapatkan jenis ini. Biasanya rajungan ditemukan dalam pasang surut air laut dari Samudera Hindia dan Samudra Pasifik juga Timur Tengah sampai pantai di Laut Mediterania. Hal ini akhirnya mempengaruhi harga seporsi kare yang saya makan siang itu. Satu porsinya dihargai di atas Rp 20.000,- yang berisi satu ekor rajungan dengan kuah kare pedas dan sepiring nasi. Rajungan memang lebih sedap disajikan pedas daripada dibumbu manis. Alhasil saya berkeringat karena kepedasan menikmatinya. Nagih banget rasanya!
Rela deh mengeluarkan duit lebih untuk seporsi rajungan ini

Ah, ternyata mudah sekali memasak kare rajungan ini. Isi bumbunya dari segala macam rempah yang dihaluskan dan ditumis. Dari bawang merah-putih, cabe, kemiri, merica, jinten, jahe, kunyit, ketumbar, kencur, daun salam dan beberapa rempah lainnya dihaluskan kemudian dicampurkan dengan santan, garam dan gula secukupnya. Rajungan yang akan dimasak dibersihkan terlebih dahulu kemudian dikukus hingga matang. Tinggal dicampurkan saja ke dalam bumbu kare. Selain dimasak dengan bumbu kare, rajungan bisa diolah dengan berbagai macam bumbu dan kreasi. Dulu saya sempat merasakan masakan dari telur rajungan yang diolah dengan bumbu khusus tanpa dagingnya dan disajikan didalam cangkangnya yang sudah dipresto kemudian digoreng. Terbayang kan nikmatnya? Saya merasakan nikmatnya masakan tersebut di Pulau Madura, sayangnya saya sudah lupa di daerah bagian mana saya mendapatkannya.

Indonesia memang kaya ya.. pusat rempah ini tidak kehabisan sumber daya alam yang bisa dinikmati penduduknya. Banyak spesies lautnya yang diekspor ke luar negeri, termasuk rajungan. Sampai saat ini pula, masih banyak spesies di dalam laut yang baru ditemukan dan belum punya nama. Yuk, kita lestarikan alam ini agar generasi kita nanti ikut merasakan nikmatnya. Salah satunya dengan ikut meramaikan Jelajah Gizi 2 yang kali ini akan mengeksplore daerah pesisir pantai kepulauan seribu. We explore, we feel, we learn, then we share it.

Saturday, May 11, 2013

33 Provinsi, 238 Juta Penduduk dan 1 yang Mengisi Hati

Tertohok gak dengan gambar di atas? Itu buat kalian yang belum bisa move on dari seseorang yang.. mungkin sudah gak pantes untuk kalian, gak jodoh sama kalian.

Dan daripada mengharapkan sesuatu yang gak jelas, better kita eksplore 33 provinsi yang ada di negeri kita. 17.508 pulau ini gak akan selesai deh kayaknya dieksplore selama hidup kita. Ya gak sih?? Bukannya pesimis, tapi..
33 provinsi mungkin masih bisa terjangkau, tapi belasan ribu pulaunya itu loh.. Hembooookkk!!
Di satu provinsi Jawa timur saja ada 421 pulau, bahkan sepertinya lebih. 25 tahun ini, cuma beberapa pulau saja yang bisa saya jamah. Ah..sedih sekali..

Di antara 238 juta penduduk di Indonesia, yang sadar kalo Indonesia layak untuk dijadikan bagian dari hatinya sepertinya belum banyak. Cintai negerimu donk, jadi generasi yang oke.. punya prestasi atau sesuatu yang bisa dibanggakan. Gak usah berlama-lama mikir patah hati atau cinta bertepuk sebelah tangan. Ngomongin cinta? Gak ada habisnya, Man...
Go Pack your bag, then go explore your country!

Thursday, May 9, 2013

Menikmati Senja di Pulau Merah

Sudah sebulan lebih saya tidak melakukan trip. Terakhir kali melakukan perjalanan yang murni "mbolang" di tahun 2013 ini adalah Blind Trip ke Malaysia bareng teman-teman BPI (Backpacker Indonesia) regional Surabaya. Setelah itu, saya vakum untuk mempersiapkan Kelas Inspirasi dan urusan kerjaan. Kemudian teman dari Jakarta datang ke Surabaya menagih janji yang tertunda. Minta ditemenin ke Alas Purwo karena melihat foto-foto dan tulisan saya dulu tentang Alas Purwo. Meskipun rencana sempat berubah karena suatu hal, the show must go on. Kami tetap berangkat.
Jump! Then you'll feel happy :D
Salah satu destinasi dadakan kami saat itu adalah Pulau Merah. Sebuah pulau yang ada di bagian Barat Banyuwangi. Lokasinya ada di daerah Pesanggaran, satu arah dengan jalan menuju Taman Nasional Meru Betiri. Berdasarkan peta wisata yang saya punya, sepanjang tujuan ini ada beberapa spot yang bisa kami kunjungi. Pulau Merah, Teluk Hijau dan beberapa spot lain yang ada di dalam Taman Nasional Merubetiri. Sayangnya, waktu itu kami tidak bisa lama-lama untuk mengeksplore bagian kecil Banyuwangi tersebut. Ke TN Meru betiri saja juga gak sempat. Setelah dari beberapa spot di Alas Purwo kami langsung ke Pulau Merah. Niatnya sih untuk mengejar sunset, karena waktu itu masih pukul 2 siang dan perkiraan akan sampai di Pulau Merah pukul 5. Ternyata prediksi waktu kami cukup tepat. Kami sampai di Pulau Merah sekitar pukul 5. Itu pun terpotong dengan berkali-kali berhenti karena salah jalan dan tanya penduduk sekitar. Mengandalkan GPS ternyata belum bisa membantu. Inilah kekurangan teknologi, mereka bisa mendeteksi semua jalan dan memberikan opsi jalan pintas ke tempat yang kita tuju, tapi pada kenyataannya, jalan yang GPS berikan banyak jalan tikus yang ukurannya kecil, yang rawan jika dilewati sebuah kendaraan roda 4. Malu bertanya, sesat di jalan. Di sepanjang perjalanan kita kan pasti ada banyak orang yang bisa diajak interaksi. Selain bisa berinteraksi langsung dengan penduduk setempat, kadang kita juga bisa mendapatkan informasi lain yang tidak terduga.

"Permisi, Pak, jalan menuju Pulau Merah kemana ya?"

"O..lurus aja, Mbak ikutin jalan beraspal ini sampai habis. Nanti setelah jalan beraspal habis sudah kelihatan pulaunya."
cuma anak-anak yang bermain bola dan penduduk sekitar yang sedang menikmati senja saja yang ada di pantai ini sore itu
Sampailah kami di ujung jalan yang tidak beraspal lagi. Siapa sangka di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah nelayan punya pantai yang indah. Bersih, seperti belum terjamah para wisatawan. Bagusnya lagi, tidak (atau belum) dikomersilkan. Padahal, beberapa pantai yang ada di desa nelayan yang pernah saya datangi rata-rata kotor dan kurang layak kalau dijadikan tempat "kecek-kecek" maen air di pantai. Saat kami datang di pantai ini, suasananya sedang hangat-hangatnya. Matahari mulai terbenam, cahanya hangat dan meberikan efek merah di langit. Di bibir pantai, anak-anak desa bermain bola dengan riang. Para nelayan juga sedang bertepi untuk istirahat. Gak kecewa sama sekali ke sini. Awannya muncul dengan indah melengkapi frame foto yang saya ambil. Batuan-batuan hitam membentuk garis yang menjadi jalan untuk maju lebih dalam ke tengah pantai. Pengen banget berlama-lama di sini waktu itu, tapi waktunya terbatas. Next time saya berniat ke sini lagi lebih lama lagi. Sekalian ke spot lain yang belum pernah saya kunjungi.
a path to get closer with the red island
Itu dia Pualu Merah. Berisi banyak sekali batuan berwarna merah
perahu-perahu yang sedang bersandar di pulau kecil ini
Langit senja di pulau merah
Banyuwangi, tunggu aku..aku akan kembali :D