Sunday, May 19, 2013

Bercucuran Keringat karena Kare Rajungan

Pedas tapi nagih!
Itu sensasi yang saya rasakan ketika menikmati kare rajungan di siang hari. Bumbu kare di warung yang saya makan siang itu memang cukup membuat lidah panas dan keringat mengucur. Ditambah dengan kondisi cuaca Surabaya yang terkenal panas.
This is it! Rajungan berbumbu kare yang lezat.
Belum banyak warung atau restoran di Surabaya yang punya menu ini karena masakan olahan rajungan kebanyakan tersedia di kota-kota yang berdeketan dengan pantai. Di Tuban misalnya, kota yang terkenal hasil lautnya. Selama ini yang banyak dinikmati masyarakat umum adalah kepiting karena masih banyak masyarakat yang belum tahu mengenai rajungan. Rajungan masih satu spesies dengan kepiting. Penampilannya juga hampir sama. Tapi jika ditelaah dengan baik, ada perbedaan dari mereka. Serupa tapi tak sama. 
Rajungan punya cangkang lebih tipis dibandingkan kepiting. Selain itu, ada satu pasang kakinya yang berujung melebar seperti sirip. Kaki tersebut memang digunakan rajungan untuk berenang karena rajungan hanya hidup di air dan tidak mampu berlama-lama di daratan layaknya ikan. Berbeda dengan kepiting yang bisa bertahan hidup baik di lautan maupun di darat. 

Rajungan adalah salah satu sumber protein yang cukup tinggi. Kadar lemaknya juga rendah, sehingga aman dikonsumsi bagi orang yang sedang membatasi makanan berlemak. Bukan hanya itu, rajungan juga mengandung kalsium, fosfor dan zat besi serta vitamin A dan B1 yang baik untuk tulang dan pertumbuhan
Penampakan rajungan sebelum dimasak

Penasaran dengan wujud mentahnya, saya bertanya ke penjual kare dan melihat langsung rajungan yang masih belum dimasak. Ternyata warnanya lebih biru ke abu-abu dibandingkan kepiting. Badannya juga terlihat lebih rapuh dengan motif tutul-tutul yang dominan. Harganya lebih mahal daripada kepiting karena tidak di semua lautan bebas bisa didapatkan jenis ini. Biasanya rajungan ditemukan dalam pasang surut air laut dari Samudera Hindia dan Samudra Pasifik juga Timur Tengah sampai pantai di Laut Mediterania. Hal ini akhirnya mempengaruhi harga seporsi kare yang saya makan siang itu. Satu porsinya dihargai di atas Rp 20.000,- yang berisi satu ekor rajungan dengan kuah kare pedas dan sepiring nasi. Rajungan memang lebih sedap disajikan pedas daripada dibumbu manis. Alhasil saya berkeringat karena kepedasan menikmatinya. Nagih banget rasanya!
Rela deh mengeluarkan duit lebih untuk seporsi rajungan ini

Ah, ternyata mudah sekali memasak kare rajungan ini. Isi bumbunya dari segala macam rempah yang dihaluskan dan ditumis. Dari bawang merah-putih, cabe, kemiri, merica, jinten, jahe, kunyit, ketumbar, kencur, daun salam dan beberapa rempah lainnya dihaluskan kemudian dicampurkan dengan santan, garam dan gula secukupnya. Rajungan yang akan dimasak dibersihkan terlebih dahulu kemudian dikukus hingga matang. Tinggal dicampurkan saja ke dalam bumbu kare. Selain dimasak dengan bumbu kare, rajungan bisa diolah dengan berbagai macam bumbu dan kreasi. Dulu saya sempat merasakan masakan dari telur rajungan yang diolah dengan bumbu khusus tanpa dagingnya dan disajikan didalam cangkangnya yang sudah dipresto kemudian digoreng. Terbayang kan nikmatnya? Saya merasakan nikmatnya masakan tersebut di Pulau Madura, sayangnya saya sudah lupa di daerah bagian mana saya mendapatkannya.

Indonesia memang kaya ya.. pusat rempah ini tidak kehabisan sumber daya alam yang bisa dinikmati penduduknya. Banyak spesies lautnya yang diekspor ke luar negeri, termasuk rajungan. Sampai saat ini pula, masih banyak spesies di dalam laut yang baru ditemukan dan belum punya nama. Yuk, kita lestarikan alam ini agar generasi kita nanti ikut merasakan nikmatnya. Salah satunya dengan ikut meramaikan Jelajah Gizi 2 yang kali ini akan mengeksplore daerah pesisir pantai kepulauan seribu. We explore, we feel, we learn, then we share it.

No comments:

Post a Comment