Sunday, December 15, 2013

Caraku Beda, Sir..

Kemarin pada saat saya ngawasi proyek, sambil duduk ngerjakan tugas saya sesekali ngecek kerjaan tukang. Kebetulan lokasinya di area Taman Apsari. Saya duduk di salah satu kedai yang tutup di siang hari, sehingga saya leluasa untuk membaca dan menulis dengan laptop saya. Pagi itu saya ditemani teman saya sekaligus owner. Saya ngobrol sambil nulis. Tiba-tiba datang seorang polisi yang kebetulan lagi patroli di daerah situ, (di mata saya) gayanya terlihat petentang-petenteng sok ke para tukang saya.
Saya cuma mengawasi dari jauh sambil menggerutu, "ngapain lagi nih polisi pake tanya-tanya.."
pikiran suudzon sudah terlintas, pengalaman dari proyek2 yang saya temui, gak jarang pihak berwajib minta "sesuatu" demi kelancaran proyek itu. Alhamdulillah saya belum pernah mengalami, cuma cerita dari teman saja, boleh dipercaya boleh tidak.

Tiba-tiba polisi tersebut datang ke arah saya, duduk di depan saya dan teman saya. Tanya-tanya soal mau dibuka apa, dan bla-bla-bla. Well..because i dont really respect him, I just listen what he said and still continue finishing my paper. Saya sedikit mendongak melihatnya ketika ia berbicara soal kerjaan. He gave us tips to do a bussiness..okay, he got my attention..
Saya jadi sedikit respect ketika ia bercerita soal usaha kecilnya juga disamping pekerjaan polisinya. Bisnis kecil di rumah katanya, sepatu. Reseller kecil.

Sambil dengerin, saya lanjutin nulis (tanpa permisi padanya dulu..karena males dan faktor deadline)
Kemudian teman saya tanya, "Bapak rumahnya mana?"

"Ketintang Mbak"

"Oh, Aspol (asrama polisi), Pak?" sahut saya.

Dia cuma ngangguk aja. Lalu saya berasumsi, dengan usianya yang masih 25 tahun (beliau sempat menyebutkan usia saat cerita ngalor-ngidul), berpatroli di jalan, tinggal di aspol ketintang, berarti kalo gak tinggal di rumah orang tuanya yang juga polisi ya memang dia memang sudah dapat jatah di sana. Isenglah saya tanya, "Orang tua polisi, pak? Kok di aspol"
Gotcha! tebakan saya benar. Masih tinggal sama orang tua. Eits..ada cincin melingkar di jarinya. Sudah merit?

Kemudian teman saya pergi, tinggal saya dan polisi ini. Diam beberapa lama dan saya mulai basa-basi yang berlanjut makan ati.

"Kok sendiri aja, Pak? Biasanya berdua kalo patroli."

"Iya mbak, teman saya masih ke warkop. Mbaknya kuliah?"

"Saya kerja pak, sambil ngelanjutin S2"

"bidang apa mbak?"

"Arsitektur" masih sambil nulis

"Oh, kerjanya dimana mbak?"

"Kerja sendiri pak, freelance aja sih. Ndisain sama pelaksanaannya. Lebih ke interior."

"oh, berarti ngurusin tukang juga ya?"

"iya, ada workshop furniturenya pak."

"Orang tua kerja apa mbak?"

"Dosen."

"Berarti masih dimodalin orang tua ya?"

"Enggak pak, untuk usaha saya sendiri sepenuhnya. Saya masih mampu, gak mau pinjam atau minta orang tua"

"Lho, salah sampeyan mbak. Harusnya kalo orang tua masih mampu ndukung dana, mbaknya minta aja terus, sampe usahanya lancar, orang tua mulai lepas dan baru sampeyan pegang kendali sepenuhnya. Prinsipnya orang Cina gitu mbak. Kalo punya usaha, anaknya dimodalin penuh. Apapun didukung dan disuruh megang usaha orang tuanya. Kalo anaknya sudah bisa jalankan, orang tuanya lepas tangan dan usahanya diserahin ke anaknya. Wah, salah langkah mbak."

Saya cuma nyengir aja dengerin, sambil nambahin, "Kalo saya sih memang gak ada niatan minta, Pak. Mau mulai dari nol. Dan orang tua memang gak pernah menyuruh anaknya nerusin usahanya (seandainya ada), meskipun orang tua masih mampu dan mau biayain dan modalin"

Sorry, citranya semakin negatif di depan saya. Saya jadi gak habis pikir, sebenarnya mental pak polisi ini piye sih? Kok seneng banget minta orang tua. Saya jadi subyektif mikir bapak ini punya mental peminta.

Bukan maksud saya menyalahkan cara seperti itu, tapi saya punya prinsip beda. Selama saya mampu untuk membiayai hidup saya dan mengurus usaha saya sendiri, I wont let my parents take over. Tapi selama ini meskipun saya ngurus apa-apa sendiri, saya masih sering sharing soal kerjaan dan lainnya ke ayah-ibu. Kalo sudah benar-benar kepepet saya pinjam. Pinjam ya, bukan minta. Itupun baru sekali saat usaha saya tidak menunjukkan perkembangan, tabungan saya nipis dan saya mulai bangkit lagi. Setelah itu saya kembalikan sesuai janji. Itu yang diajarkan juga oleh Ayah saya. Kami dilatih untuk punya tanggung jawab, apalagi soal duit. Pinjam berapa, untuk apa, kapan dikembalikan. Harus jelas! biar punya deadline dan rasa tanggung jawab tinggi.

Well, this is my way to get survive..whats yours?

2 comments:

  1. wih, mantep ceritanya+maknanya meh!!! mari kita berusaha sebagai sesama perempuan single fighter!! *entah kudu seneng opo sedih.. wkwkwk...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus bangga liph.. Perempuan single fighter jare --"
      Haha..sukses buat kita liph!

      Delete